Seperti kebanyakan musik tradisional di Indonesia, KOLINTANG menuju kepunahan. Eksistensinya terkubur dengan derasnya arus musik modern. KOLINTANG KAWANUA JAKARTA (K2J) yang tampil di Tangcity mall, Tangerang (sabtu,2/6) mengingatkan akan sejarah panjang musik tradisional asal Minahasa, Sulawesi Utara.
Alunan musik Kolintang membahana memeriahkan acara Bamboo Musical Tangcity Mall, Tangerang. Delapan ornag yang tergabung dalam KOLINTANG KAWANUA JAKARTA (K2J) unjuk kebolehan dihadapan pengunjung Mall. Grup musik ini terdiri dari FERDINAND SOPUTAN, Mario Marentek, Melky Kowaas, Fatli Rompis, Frangky Kaseger, Stevy Sumual.
Unsur kedaerahan Minahasa, diboyong para personel selain suara merdu Kolintang. Batik khas Minahasa, Pinawetengan hijau pun menambah kental ciri khas rakyat bagian timur laut Sulawesi itu.
Kini Kolintang bebas dimainkan dimana saja. Sejarah mencatat, ratusan tahun lalu, sempat dilarang dimainkan saat penjajahan Belanda. Pada mulanya Kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk ditanah , dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu, kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan tali seperti arumba dari Jawa Barat.
Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa pada 1830. Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur.
Itulah sebabnya dengan masuknya agama Kristen di Minahasa, eksistensi Kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali selama 100 tahun.
Selama seabad lebih, eksistensi Kolintang semakin terdesak dan hampir punah. baru setelah Perang Dunia II sekitar tahun 1952, seorang tunanetra bernama NELWAN KATUUK menghadirkan kembali instrumen musik ini lewat pagelaran musik yang disiarkan di RRI Minahasa.
Kata Kolintang berasal dari bunyi Tong (nada rendah) Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu, dalam bahasa daerah Minahasa, untuk mengajak orang bermain Kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang" dengan ungkapan " Meimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul nama "KOLINTANG" untuk alat yang digunakan bermain.
Kolintang merupakan alat musik yang mempunyai bahan dasar yaitu kayu yang jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah, seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat dengan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar).
Pada perkembangannya, Kolintang terus dikembangkan. Pemain Melodi 1 K2J "FERDINAND SOPUTAN" memaparkan, ada 3 bagian dalam musik kolintang, yaitu melodi, pengiring, dan bass.Ia mengaku, alat musik ini dimainkan sembilan orang dan bisa pula lima orang. Pada dasarnya, alat musik ini tak ubahnya piano.
Alat musik ini, tak hanya dimainkan untuk mengalunkan musik daerah. Pasca perang dunia kedua, Nelwan Katuuk menyusun nada sesuai susunan universal. Setelah itu, berbagai aliran musikpun bisa dimainkan.
"Dulu, nada kolintang terbatas, sekarang sudah mulai berkembang. Harmonisasi nada berbagai aliran musik sudah bisa dimainkan." ujar pria yang telah jatuh hati dengan kolintang.
FERDINAND menambahkan, pihaknya terus menyosialisasikan alat musik daerah Manado ini. "Kami terus berusaha untuk mengembangkan dan melestarikan sekaligus mengenalkan alat musik Kolintang bahkan ke mancanegara", paparnya.
Pengunjung mall tampak terkesima oleh penampilan mereka. Puluhan pasang mata ikut menyaksikan kelihaian para pemain memadukan harmonisasi nada. Minggu siang kemarin, kedelapan perantau dari tanah Minahasa itu memang tampil memukau. Deruan nafas pemain yang tak henti justru membakar semangat.
K2J memang tak membiarkan pengunjung mengalihkan pandangannya. Usai satu lagu, langsung dilanjut dengan lagu berikutnya. Sekali pertunjukkan, sebanyak 12 lagu berhasil dimainkan dengan alat musik yang terbuat dari kayu waru ini.
Kolintang pernah meraih dua rekor dunia, untuk permainan Kolintang massal, dengan peserta sebanyak 1.223 orang di stadion Maesa Tondano, Sulawesi Utara. Serta, mendapat penghargaan untuk Kolintang terbesar di dunia dengan lebar 2,5 meter, tinggi 2 meter dan berat 3 ton. Raihan rekor dunia sekaligus jadi momen mematenkan alat musik ini.
Chief Promotion Tangcity Mall, Hansen Andrea mengatakan, pihaknya ingin melestarikan alat musik daerah. Serta alat musik yang terbuat dari bambu seperti angklung. Hingga 10 Juni mendatang Tangcity Mall mengusung "Bamboo Musical"
Selain Kolintang, pihaknya juga akan menampilkan alat musik bambu dari tanah Sunda Angklung . Arumba angklung saung udjo akan unjuk kebolehan pada 8-9Juni mendatang.Tak hanya musik, workshop kreasi bambu juga akan diberikan sehingga menjadi benda yang bermanfaat.