Pages

Sabtu, 09 Juni 2012

Alat Musik Warisan Budaya (Idenesia, 9 Juni 2012)

Acara yang ditayangkan setiap hari sabtu pada 19:00 WIB ini dibuka dengan musik yang dibawakan oleh grup musik Idenesia bersama Yovie Widianto sebagai host.
Sesuai tema acara pada hari sabtu kemarin yaitu "Alat Musik Warisan Budaya", Yovie Widianto mengundang beberapa seniman alat musik tradisional di Indonesia. Taufik Hidayat Udjo adalah pengelola Saling Mang Udjo. Hadir dengan membawa alat musik angklung yang berkembang di Jawa Barat. Alat musik Angklung ini diubah komposisinya, dari susunan bambunya, sehingga susunan bambu tersebut yang awalnya memiliki suara pentatonis bisa menjadi suara diatonis dengan cara mengubah ukuran bambu, atau meraut ujung bambu sehingga bisa mengeluarkan nada yang diharapkan, oleh Daeng Sutigna. Tinggi dari angklung dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nada. Angklung dikenalkan sebagai alat musik dengan nada diatonis pada saat Konferensi Asia Afrika. Tahun 2011 silang, angklung dimainkan oleh 1300 orang yang berasal dari luar negri. Alat musik ini sangat mudah dimainkan. Bahkan hanya dalam hitungan menit, orang yang tidak bisa memainkan alat musik ini langsung bisa memainkannya dengan mudah.

Idenesia juga menghadirkan seorang seniman alat musik calung, Asep Darso. Alat musik yang juga terbuat dari bambu ini memiliki nada pentatonis, seperti angklung sebelum diubah menjadi nada diatonis. Alat musik ini dimainkan minimal oleh empat atau lima orang. Alat musik ini akan lebih indah lagi jika dimainkan dengan gendang, gong, atau alat musik pengiring lainnya. Calung ini sendiri memiliki 4 jenis. Calung ini juga identik dengan musik-musik komedi. Secara fisik, calung memiliki bentuk yang hampir sama dengan angklung. Hanya saja, cara memainkannya berbeda. Angklung dimainkan dengan cara digoyang, sedangkan calung dimainkan dengan cara dipukul. Mengikuti zaman, calung sudah benar-benar menginjak kepunahan. Sebelum memasuki tahun 2000, calung begitu banyak mengadakan pertunjukan-pertunjukan di daerah pedesaan. Namun, semenjak munculnya musik dangdut di tanah air, calung mulai dilupakan, dan bahkan sangat jarang diperhatikan oleh masyarakat sekitar.

Berikutnya, setelah alat musik calung dan angklung yang terbuat dari bahan dasar bambu, ada alat musik yang terbuat dari kayu, yang berasal dari Minahasa, yaitu alat musik Kolintang. FERDINAND SOPUTAN membawakan sebuah lagu dengan memainkan alat musik tersebut. Dengan memegang masing-masing satu pemukul di tangan kanan dan kirinya, ia memukul balok-balok dari alat musik yang terbuat dari kayu tersebut dengan lincah dan merdu. Dilihat dari bunyi dan cara memainkannya, Kolintang tidak berbeda jauh dengan piano.
Alat musik ini terdiri dari 3 bagian, yakin melodi, pengiring dan bass. Kolintang pada umumnya dimainkan oleh lima sampai sembilan orang. Ferdinand baru mulai memainkan alat musik ini pada tahun 2005 silam. Namun saat ini, caranya memainkan alat musik tersebut, terlihat sudah belasan tahun belajar memainkan kolintang. Ayahnya yang merupakan pelatih alat musik  Kolintang ini sendiri, yang mengajarkannya cara memainkan alat musik kolintang. Awalnya ia tidak begitu tertarik dengan Kolintang, karena cenderung menyukai musik-musik modern seperti band, atau sebagainya. Namun, dalam suatu even, Ferdinand melihat pemain-pemain musik kolintang rata-rata orang-orang dewasa, dan sangat kurang pemain-pemain remaja. Dengan begitu, sebagai generasi muda beliau ingin ikut juga mengembangkan alat musik tradisional dari Minahasa ini.
Ferdinand sendiri memiliki grup Kolintang di Jakarta, yaitu "Kolintang Kawanua Jakarta (K2J)" yang terdiri dari Ferdinand, Berry Marentek, Melky Kowaas, Fatli Rompis, Frangky Kaseger, Mario Marentek, dan Stevy Sumual. 
Pada waktu kejadian Tsunami di Jepang, grup Kolintang (K2J) tampil dalam suatu acara, yang dihadiri oleh Kitaro. Beliau sangat terkagum-kagum dengan alat musik ini. Beliau juga mengatakan bahwa, ia ingin sekali belajar memainkan alat musik dari Minahasa ini.
Alat musik kolintang juga pernah mencapai rekor dunia, seperti peserta pemain Kolintang terbanyak di dunia, dan Kolintang terbesar di dunia pada tahun 2009 yang dilaksanakan di Stadion Maesa Tondano, Sulawesi Utara. 
Pengembangan alat musik kolintang di Minahasa sendiri sekarang ini sedang berkembang pesat. Ada even-even dan lomba-lomba kolintang yang sering diadakan. Bulan Maret silam, telah diadakan lomba kolintang dalam Festival Malesung di Jakarta yang diikuti oleh begitu banyak peserta yang berasal dari Minahasa. Dan tentu saja banyak peserta yang masih remaja bahkan masih anak-anak. Lomba kolintang ini terdiri dari beberapa kategori, yaitu kategori anak-anak atau pemula, kategori remaja atau SMP/SMA, kategori umun & wanita, dan kategori Profesional. 
Setiap tahunnya, selalu diadakan Festival yang diselenggarakan oleh Institut Seni Budaya Sulut, beserta Kerukunan Keluarga Kawanua, yang dipimpin langsung oleh Dr.Benny J Mamoto SH. MSi. 
Dalam acara ini Yovie mengundang Taufik Hidayat Udjo, Asep Darso, dan Ferdinand Soputan untuk berkolaborasi bersama memainkan alat musik masing-masing. Dan ternyata hasilnya bagus. Perpaduan musik antara Kolintang, angklung dan calung ternyata dapat menciptakan suatu musik dan lagu yang cocok dan enak untuk didengar.
"Sebagai generasi muda, coba kita kembangkan lagi, kita lestarikan lagi supaya seni budaya bangsa Indonesia, khususnya Kolintang, tidak akan pernah punah dan tidak akan pernah hilang ditelan bumi. Jadi kedepan, sebagai generasi muda, yuk sama-sama kita kembangkan lagi alat musik serta kesenian-kesenian dari budaya bangsa Indonesia supaya kedepan kita masih bisa tetap mengetahui, dan bisa dikenal dimana dunia" tutur Ferdinand dengan yakin. (cla/rans)






Jumat, 08 Juni 2012

Kolintang Kawanua Jakarta Bamboo Musical Tangcity Mall Tangerang

 Seperti kebanyakan musik tradisional di Indonesia, KOLINTANG menuju kepunahan. Eksistensinya terkubur dengan derasnya arus musik modern. KOLINTANG KAWANUA JAKARTA (K2J) yang tampil di Tangcity mall, Tangerang (sabtu,2/6) mengingatkan akan sejarah panjang musik tradisional asal Minahasa, Sulawesi Utara.
Alunan musik Kolintang membahana memeriahkan acara Bamboo Musical Tangcity Mall, Tangerang. Delapan ornag yang tergabung dalam KOLINTANG KAWANUA JAKARTA (K2J) unjuk kebolehan dihadapan pengunjung Mall. Grup musik ini terdiri dari FERDINAND SOPUTAN, Mario Marentek, Melky Kowaas, Fatli Rompis, Frangky Kaseger, Stevy Sumual.
Unsur kedaerahan Minahasa, diboyong para personel selain suara merdu Kolintang. Batik khas Minahasa, Pinawetengan hijau pun menambah kental ciri khas rakyat bagian timur laut Sulawesi itu.
Kini Kolintang bebas dimainkan dimana saja. Sejarah mencatat, ratusan tahun lalu, sempat dilarang dimainkan saat penjajahan Belanda. Pada mulanya Kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk ditanah , dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu, kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan tali seperti arumba dari Jawa Barat.
Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa pada 1830. Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur.
Itulah sebabnya dengan masuknya agama Kristen di Minahasa, eksistensi Kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali selama 100 tahun.
Selama seabad lebih, eksistensi Kolintang semakin terdesak dan hampir punah. baru setelah Perang Dunia II sekitar tahun 1952, seorang tunanetra bernama NELWAN KATUUK menghadirkan kembali instrumen musik ini lewat pagelaran musik yang disiarkan di RRI Minahasa.
Kata Kolintang berasal dari bunyi Tong (nada rendah) Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu, dalam bahasa daerah Minahasa, untuk mengajak orang bermain Kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang" dengan ungkapan " Meimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul nama "KOLINTANG" untuk alat yang digunakan bermain.
Kolintang merupakan alat musik yang mempunyai bahan dasar yaitu kayu yang jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah, seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat dengan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar).

Pada perkembangannya, Kolintang terus dikembangkan. Pemain Melodi 1 K2J "FERDINAND SOPUTAN" memaparkan, ada 3 bagian dalam musik kolintang, yaitu melodi, pengiring, dan bass.Ia mengaku, alat musik ini dimainkan sembilan orang dan bisa pula lima orang. Pada dasarnya, alat musik ini tak ubahnya piano.
Alat musik ini, tak hanya dimainkan untuk mengalunkan musik daerah. Pasca perang dunia kedua, Nelwan Katuuk menyusun nada sesuai susunan universal. Setelah itu, berbagai aliran musikpun bisa dimainkan.
"Dulu, nada kolintang terbatas, sekarang sudah mulai berkembang. Harmonisasi nada berbagai aliran musik sudah bisa dimainkan." ujar pria yang telah jatuh hati dengan kolintang.
FERDINAND menambahkan, pihaknya terus menyosialisasikan alat musik daerah Manado ini. "Kami terus berusaha untuk mengembangkan dan melestarikan sekaligus mengenalkan alat musik Kolintang bahkan ke mancanegara", paparnya.

Pengunjung mall tampak terkesima oleh penampilan mereka. Puluhan pasang mata ikut menyaksikan kelihaian para pemain memadukan harmonisasi nada. Minggu siang kemarin, kedelapan perantau dari tanah Minahasa itu memang tampil memukau. Deruan nafas pemain yang tak henti justru membakar semangat.
K2J memang tak membiarkan pengunjung mengalihkan pandangannya. Usai satu lagu, langsung dilanjut dengan lagu berikutnya. Sekali pertunjukkan, sebanyak 12 lagu berhasil dimainkan dengan alat musik yang terbuat dari kayu waru ini.
Kolintang pernah meraih dua rekor dunia, untuk permainan Kolintang massal, dengan peserta sebanyak 1.223 orang di stadion Maesa Tondano, Sulawesi Utara. Serta, mendapat penghargaan untuk Kolintang terbesar di dunia dengan lebar 2,5 meter, tinggi 2 meter dan berat 3 ton. Raihan rekor dunia sekaligus jadi momen mematenkan alat musik ini.
Chief Promotion Tangcity Mall, Hansen Andrea mengatakan, pihaknya ingin melestarikan alat musik daerah. Serta alat musik yang terbuat dari bambu seperti angklung. Hingga 10 Juni mendatang Tangcity Mall mengusung "Bamboo Musical"
Selain Kolintang, pihaknya juga akan menampilkan alat musik bambu dari tanah Sunda Angklung . Arumba angklung saung udjo akan unjuk kebolehan pada 8-9Juni mendatang.Tak hanya musik, workshop kreasi  bambu juga akan diberikan sehingga menjadi benda yang bermanfaat.






Kamis, 07 Juni 2012

I want to share this photo.. but i can't. I want to give this photo to him. but i'm so shy..
What do i do ?