Sesuai tema acara pada hari sabtu kemarin yaitu "Alat Musik Warisan Budaya", Yovie Widianto mengundang beberapa seniman alat musik tradisional di Indonesia. Taufik Hidayat Udjo adalah pengelola Saling Mang Udjo. Hadir dengan membawa alat musik angklung yang berkembang di Jawa Barat. Alat musik Angklung ini diubah komposisinya, dari susunan bambunya, sehingga susunan bambu tersebut yang awalnya memiliki suara pentatonis bisa menjadi suara diatonis dengan cara mengubah ukuran bambu, atau meraut ujung bambu sehingga bisa mengeluarkan nada yang diharapkan, oleh Daeng Sutigna. Tinggi dari angklung dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nada. Angklung dikenalkan sebagai alat musik dengan nada diatonis pada saat Konferensi Asia Afrika. Tahun 2011 silang, angklung dimainkan oleh 1300 orang yang berasal dari luar negri. Alat musik ini sangat mudah dimainkan. Bahkan hanya dalam hitungan menit, orang yang tidak bisa memainkan alat musik ini langsung bisa memainkannya dengan mudah.
Idenesia juga menghadirkan seorang seniman alat musik calung, Asep Darso. Alat musik yang juga terbuat dari bambu ini memiliki nada pentatonis, seperti angklung sebelum diubah menjadi nada diatonis. Alat musik ini dimainkan minimal oleh empat atau lima orang. Alat musik ini akan lebih indah lagi jika dimainkan dengan gendang, gong, atau alat musik pengiring lainnya. Calung ini sendiri memiliki 4 jenis. Calung ini juga identik dengan musik-musik komedi. Secara fisik, calung memiliki bentuk yang hampir sama dengan angklung. Hanya saja, cara memainkannya berbeda. Angklung dimainkan dengan cara digoyang, sedangkan calung dimainkan dengan cara dipukul. Mengikuti zaman, calung sudah benar-benar menginjak kepunahan. Sebelum memasuki tahun 2000, calung begitu banyak mengadakan pertunjukan-pertunjukan di daerah pedesaan. Namun, semenjak munculnya musik dangdut di tanah air, calung mulai dilupakan, dan bahkan sangat jarang diperhatikan oleh masyarakat sekitar.
Berikutnya, setelah alat musik calung dan angklung yang terbuat dari bahan dasar bambu, ada alat musik yang terbuat dari kayu, yang berasal dari Minahasa, yaitu alat musik Kolintang. FERDINAND SOPUTAN membawakan sebuah lagu dengan memainkan alat musik tersebut. Dengan memegang masing-masing satu pemukul di tangan kanan dan kirinya, ia memukul balok-balok dari alat musik yang terbuat dari kayu tersebut dengan lincah dan merdu. Dilihat dari bunyi dan cara memainkannya, Kolintang tidak berbeda jauh dengan piano.
Alat musik ini terdiri dari 3 bagian, yakin melodi, pengiring dan bass. Kolintang pada umumnya dimainkan oleh lima sampai sembilan orang. Ferdinand baru mulai memainkan alat musik ini pada tahun 2005 silam. Namun saat ini, caranya memainkan alat musik tersebut, terlihat sudah belasan tahun belajar memainkan kolintang. Ayahnya yang merupakan pelatih alat musik Kolintang ini sendiri, yang mengajarkannya cara memainkan alat musik kolintang. Awalnya ia tidak begitu tertarik dengan Kolintang, karena cenderung menyukai musik-musik modern seperti band, atau sebagainya. Namun, dalam suatu even, Ferdinand melihat pemain-pemain musik kolintang rata-rata orang-orang dewasa, dan sangat kurang pemain-pemain remaja. Dengan begitu, sebagai generasi muda beliau ingin ikut juga mengembangkan alat musik tradisional dari Minahasa ini.
Ferdinand sendiri memiliki grup Kolintang di Jakarta, yaitu "Kolintang Kawanua Jakarta (K2J)" yang terdiri dari Ferdinand, Berry Marentek, Melky Kowaas, Fatli Rompis, Frangky Kaseger, Mario Marentek, dan Stevy Sumual.
Pada waktu kejadian Tsunami di Jepang, grup Kolintang (K2J) tampil dalam suatu acara, yang dihadiri oleh Kitaro. Beliau sangat terkagum-kagum dengan alat musik ini. Beliau juga mengatakan bahwa, ia ingin sekali belajar memainkan alat musik dari Minahasa ini.
Alat musik kolintang juga pernah mencapai rekor dunia, seperti peserta pemain Kolintang terbanyak di dunia, dan Kolintang terbesar di dunia pada tahun 2009 yang dilaksanakan di Stadion Maesa Tondano, Sulawesi Utara.
Pengembangan alat musik kolintang di Minahasa sendiri sekarang ini sedang berkembang pesat. Ada even-even dan lomba-lomba kolintang yang sering diadakan. Bulan Maret silam, telah diadakan lomba kolintang dalam Festival Malesung di Jakarta yang diikuti oleh begitu banyak peserta yang berasal dari Minahasa. Dan tentu saja banyak peserta yang masih remaja bahkan masih anak-anak. Lomba kolintang ini terdiri dari beberapa kategori, yaitu kategori anak-anak atau pemula, kategori remaja atau SMP/SMA, kategori umun & wanita, dan kategori Profesional.
Setiap tahunnya, selalu diadakan Festival yang diselenggarakan oleh Institut Seni Budaya Sulut, beserta Kerukunan Keluarga Kawanua, yang dipimpin langsung oleh Dr.Benny J Mamoto SH. MSi.
Dalam acara ini Yovie mengundang Taufik Hidayat Udjo, Asep Darso, dan Ferdinand Soputan untuk berkolaborasi bersama memainkan alat musik masing-masing. Dan ternyata hasilnya bagus. Perpaduan musik antara Kolintang, angklung dan calung ternyata dapat menciptakan suatu musik dan lagu yang cocok dan enak untuk didengar.
"Sebagai generasi muda, coba kita kembangkan lagi, kita lestarikan lagi supaya seni budaya bangsa Indonesia, khususnya Kolintang, tidak akan pernah punah dan tidak akan pernah hilang ditelan bumi. Jadi kedepan, sebagai generasi muda, yuk sama-sama kita kembangkan lagi alat musik serta kesenian-kesenian dari budaya bangsa Indonesia supaya kedepan kita masih bisa tetap mengetahui, dan bisa dikenal dimana dunia" tutur Ferdinand dengan yakin. (cla/rans)
0 komentar:
Posting Komentar